BERSYUKUR AKAN MELEMBUTKAN HATI
Selasa, 07 Mei 2013
0
komentar
Ketika saya mendengar penjelasan bahwa
hanya sedikit orang yang bisa bersyukur, maka pikiran saya
bertanya-tanya. Apa susahnya bersyukur itu. Bukankah cukup mengucapkan
kalimah alhamdulillah, yaitu segala puji bagi Allah. Apa beratnya bagi
seseorang yang merasakan kenikmatan lalu segera memuji kepada sang
pemberinya. Dzat yang maha pemberi itu, diakuinya adalah Allah. Mengapa itu sulit dilakukan, hingga orang yang melakukannya itu menjadi sedikit.
Akan tetapi kemudian, setelah
melakukan perenungan mendalam, ternyata memang sekedar bersyukur itu
tidak mudah. Penghalangnya adalah pada perasaan diri sendiri, dan bukan
pada orang lain. Mengatur perasaan itulah yang ternyata tidak mudah.
Banyak orang mampu mengatur wajahnya, rambutnya, badannya, hingga menjadi kelihatan cantik atau tampan tetapi ternyata gagal tatkala harus mengatur atau menata perasaan atau hatinya sendiri.
Bersyukur
adalah bagian dari keberhasilan mengatur perasaan itu. Sabar, ikhlas,
tawakkal, dan lain-lain adalah urusan hati atau urusan perasaan. Dan ternyata, mengurusnya memang
tidak mudah. Boleh saja orang menyuruh orang lain agar bersyukur, sabar
dan ikhlas, tetapi dirinya sendiri juga tidak bisa menjalankannya.
Banyak orang tidak lulus tatkala menjalani ujian kesabaran, keikhlasan,
dan keharusan bersyukur.
Saya pernah datang bertakziyah ke rumah seorang kyai yang sedang ditinggal mati anaknya,
karena kecelakaan. Di daerah itu, kyai ini selalu diminta berceramah
untuk memberi nasehat, termasuk ketika terdapat keluarga yang sedang
terkena musibah kematian. Tentu tatkala berceramah di keluarga yang terkena musibah itu, kyai menjelaskan tentang pentingnya kesabaran dan
keikhlasan. Bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan pada saatnya
kemudian akan kembali. Kyai ini faham betul tentang bagaimana seorang
muslim seharusnya menyikapi kematian atau musibah.
Akan tetapi, ketika
musibah itu datang kepada dirinya sendiri, ternyata kyai dimaksud gagal
menata hatinya. Apa yang menimpa pada anaknya, ia tidak bisa
menerimanya. Seperti orang yang tidak mengerti ajaran Islam, ia
menyalahkan banyak orang yang menyebabkan anaknya mengalami kecelakaan itu. Siapapun disalahkan, apalagi bus yang menabrak anaknya itu. Ketika saya mencoba untuk bersabar dan ikhlas ditolak olehnya. Ajakan saya itu dibantah,
agar saya tidak menyebut kata-kata sabar dan ikhlas. Dia mengatakan
sudah tahu tentang itu, tetapi ia mengaku berat mendengarkannya.
Kasus tentang kegagalan menata hati yang serupa dengan kisah tersebut adalah
sebagai berikut. Seseorang yang semasa kecil menderita karena
kekurangan, bercita-cita untuk memperbaiki keadaannya di masa depan.
Cita-citanya itu berhasil, dan bahkan melebihi apa yang sejak semula
diharapkan. Jenjang pendidikan tertinggi diraih, berhasil mendapatkan posisi terhormat di tempat kerjanya, memiliki rumah, kendaraan, dan bahkan bersama keluarganya telah menjalankan ibadah haji. Sebagai orang yang dahulu mengalami serba kekurangan, keberhasilan itu tidak terbayangkan sebelumnya. Namun ternyata, semua itu bisa diraih dalam hidupnya.
Pertayaannya adalah, apakah
keberhasilan tersebut berhasil disyukuri ? Tentu tidak ada orang yang
tahu, kecuali Tuhan sendiri. Akan tetapi dari tanda-tanda yang bisa
ditangkap, bahwa ternyata bukti-bukti kesyukuran itu sangat sulit
dicari. Ia kelihatan belum merasa puas dengan apa yang telah
diterimanya. Justu yang terdengar dari yang bersangkutan adalah
mengeluh, merasa hidupnya belum berhasil, dan masih berkekurangan. Ia gagal bersyukur, termasuk berterima kasih kepada teman-teman yang selama ini membantunya. Rupanya
ia merasa bahwa keberhasilannya itu adalah atas dasar kekuatannya
sendiri. Seolah-olah orang lain tidak pernah terlibat. Kalaupun terlibat
dipandang sebagai kewajiban orang lain yang harus diterima olehnya.
Kasus-kasus
serupa itu jumlahnya banyak sekali, sehingga sangat mudah ditemui di
mana-mana. Persoalan itu sebenarnya menyangkut tentang bagaimana menata perasaan atau hati. Tugas itu ternyata bukan persoalan
mudah. Sementara orang mengatakan bahwa, dalam soal menata hati tidak
ada sekolahnya. Orang bisa saja sekolah dan akhirnya mampu menciptakan teknologi modern, seperti pesawat terbang, teknologi informasi, alat perang yang canggih, dan lain-lain. Akan tetapi ternyata, belum tentu yang bersangkutan mampu menata hatinya. Demikian pula, banyak orang berhasil meraih gelar Doktor, tetapi belum tentu lulus tatkala harus menata hatinya sendiri.
Menata
hati agar bisa ikhlas, sabar, dan bersyukur ternyata tidak mudah. Orang
yang sudah berhasil meraih jabatan puncak dalam sebuah organisasi,
mengumpulkan harta kekayaan hingga sulit menghitungnya,
mendapatkan berbagai penghargaan dan prestasi, belum tentu bisa
menyukurinya. Oleh karena itu, telah menjadi jelas, bahwa bersyukur itu
adalah berat dan tidak mudah. Beryukur sama dengan
keberhasilan menata hati. Ternyata sedikit saja orang yang berhasil
melakukannya. Kita bisa menata kampus, menata kantor, menata kebun,
menata rumah, menata mahasiswa, menata perusahaan, dan lain-lain, namun ternyata belum tentu berhasil mengerjakan pekerjaan yang selalu lebih berat, yaitu bersyukur atau menata hatinya masing-masing. Wallahu a’lam.
oleh; moh. safrudin, staf pengajar MAN 1 KENDARI
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: BERSYUKUR AKAN MELEMBUTKAN HATI
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://mansatukendari.blogspot.com/2013/05/bersyukur-akan-melembutkan-hati.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5