TAQWA DAN AKHLAK MULIA ADALAH TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Posted by Unknown Jumat, 31 Mei 2013 0 komentar
Selasa siang, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 Ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, RSBI dibubarkan oleh MK. Mencermati hal itu maka saya membaca naskah konsep kurikulum yang akan diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun 2013 adalah sangat menggembirakan. Dalam naskah itu disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah diawali untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Menjadi menarik dan menggembirakan oleh karena persoalan bangsa Indonesaia selama ini adalah terletak pada wilayah itu dan lewat kurikulum tersebut persoalan tersebut akan diselesaikan. Memang senyatanya, bahwa korupsi, kolosi, nepotesme, tawuran, narkoba, perselingkuhan, sampai pada kasus-kasus plagiat sebenarnya adalah bersumber dari rendahnya keimanan, ketaqwaan dan akhlak itu. Terkait dengan persoalan tersebut, pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya menanamkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak yang mulia itu kepada peserta didik. Pendidikan tersebut tentu tidak cukup hanya lewat pemberian bahan pelajaran oleh guru kepada para siswanya, dan apalagi itu dijalankan lewat kegiatan yang bersifat formal dalam waktu tertentu. Sasaran pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia bukan hanya terletak pada wilayah kecerdasan intelek atau pikiran, melainkan pada wilayah hati. Sentuhan-sentuhan hati, pembiasaaan, dan ketauladan dalam kehidupan sehari-hari itu sebenarnya adalah merupakan proses panjang yang harus dijalankan secara terus menerus dalam mengimplementasikan pendidikan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia. Dalam sejarah, bahwa pendidikan keimanan, ketataqwaan dan akhlak mulia yang paling sukses adalah dilakukan oleh para nabi dan tidak terkecuali Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, manakala pendidikan itu ingin sukses, maka dalam batas-batas tertentu, menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki, seharusnya mengikuti siapa yang telah menjalankan dan terbukti sukses itu. Selain itu, sebagai hal penting yang seharusnya dipahami secara mendalam adalah tentang bahan dan metodologi yang dijalankan. Para nabi, termasuk Nabi Muhammad sukses dalam menjalankan pendidikan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia oleh karena utusan Tuhan itu terlebih dahulu telah menyandang kekayaan, berupa karakter yang mulia itu. Hal itu memberikan petunjuk bahwa seharusnya penyandang peran pendidik karakter mulia itu adalah orang yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Tidak akan mungkin orang yang tidak beriman, tidak bertaqwa, dan tidak berakhlak mulia akan melahirkan anak didik yang memiliki kharakter ideal itu. Karakter terpuji hanya akan lahir dari guru yang memiliki akhlak mulia. Selain itu, hal yang penting adalah bahwa karakter mulia akan lahir dari lingkungan, atau proses-proses kehidupan yang terpuji dan mulia. Suasana pendidikan yang di sana terdapat sikap-sikap tidak terpuji, seperti memanipulasi raport, membiarkan anak-anak berbuat curang dalam ujian, guru yang tidak disiplin, suasana pendidikan yang diwarnai oleh nilai-nilai transaksional dan sebagainya, sebenarnya merupakan pendidikan yang kontradiktif dari tujuan pendidikan yang amat mulia itu. Sosok nabi sebagai guru adalah orang yang terpercaya, memiliki komitmen dan integritas yang sempurna dalam membanghun kualitas manusia, sehingga keberadaannya selalu menjadi tauladan atau uswah hasanah bagi masyarakat yang dididiknya. Selain itu, Nabi secara total memberikan jiwa dan raganya demi untuk menunaikan amanah yang dibebankan kepadanya. Nabi juga tidak saja memberikan pengetahuan, melainkan selalu menjalankan apa saja yang diajarkannya. Bahasa lisan nabi selalu sama persis dengan bahasa perbuatannya sehari-hari. Itulah pendidikan karakter, pendidikan keimanan, dan pendidikan ketaqwaan yang sebenarnya. Pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana dijalankan oleh Nabi, bersumber dari kitab yang tidak pernah terdapat di dalamnya kesalahan dan atau bahkan sekedar meragukan, ialah kitab suci. Bahan pelajaran itu diberikan langsung dari Tuhan. Oleh sebab itu semestinya, bahan pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia tidak perlu dicari dari sumber lain, tetapi seharusnya mendasarkan pada wahyu yang telah terhimpun dalam kitab suci, yang nyata-nyata kitab itu telah berhasil membentuk perilaku mulia. Sebagai bangsa yang berpancasila, dalam hal ini rakyatnya memeluk berbagai agama, maka anak-anak seharusnya diajarkan kitab suci sesuai dengan agamanya masing-masing. Anak-anak muslim diajari al Qur’an, anak kristen diajari Injil, dan seterusnya. Memperhatikan riwayat kehidupan nabi dalam membangun keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia itu bagi siapapun adalah terasa berat. Guru atau para pendidik harus melakukan peran-peran prophetik atau kenabian. Pandangan seperti itu tidak berlebihan oleh karena juga dikatakan bahwa, para ulama’ atau setidaknya guru adalah mengemban amanah sebagai pewaris para nabi. Peran sebagai pewaris tentu tidak akan sempurna sebagaimana orang yang mewarisi. Harta waris selalu akan dibagi-bagi kepada semua yang berhak, sehingga perolehannya tidak akan sama dengan yang dimiliki oleh leluhur pemiliknya. Paling tidak dengan pandangan seperti itu, maka harus dipahami bahwa pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia tidak akan berhasil manakala hanya dilakukan seadanya, ialah hanya sekedar menyampaikan bahan-bahan ajar secara terbatas. Pendidikan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia harus diberikan oleh orang yang telah memiliki karakter itu, menggunakan pedoman yang tepat yaitu kitab suci, dan seharusnya berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak terbatas hanya dalam program-program terstruktur di kelas belaka. Para guru tidak akan mungkin menyamai kehidupan Nabi, tetapi paling tidak bahwa yang bersangkutan harus memiliki kesadaran bahwa dirinya baik di kelas maupun di luar kelas, sedang dicontoh atau ditauladani oleh anak didiknya agar menjadi beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Wallahu a’lam. Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI ( Staf pengajar MAN 1 Kendari Pengasuh acara SINAR RRI Kendari )
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: TAQWA DAN AKHLAK MULIA ADALAH TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://mansatukendari.blogspot.com/2013/05/taqwa-dan-akhlak-mulia-adalah-tujuan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of MAN 1 KENDARI.